Rabu, 22 Maret 2017

Sakramen - Sakramen dalam Gereja Khatolik

1. Sakramen Baptis 



Sakramen baptis adalah sakramen pertama yang diterima oleh seorang yang hendak menjadi anggota Gereja Katolik. Sakramen baptis adalah sakramen pertama dalam inisiasi Katolik. Inisiasi adalah penerimaan seseorang masuk ke dalam atau menjadi anggota kelompok tertentu.


Pembaptisan membebaskan penerimanya dari dosa asal serta semua dosa pribadi dan dari hukuman akibat dosa-dosa tersebut, dan membuat orang yang dibaptis itu mengambil bagian dalam kehidupan Tritunggal Allah melalui “rahmat yang menguduskan” (rahmat pembenaran yang mempersatukan pribadi yang bersangkutan dengan Kristus dan Gereja-Nya).
Pembaptisan juga membuat penerimanya mengambil bagian dalam imamat Kristus dan merupakan landasan komunio (persekutuan) antar semua orang Kristen.
3 Tahap Inisiasi Katolik
1) Masa pra-katekumenat/simpatisan menjadi Katekumen
Masa pemurnian motivasi calon, dituntut pertobatan dan iman

2) Masa Katekumen menjadi Calon Baptis
Masa perkembangan iman calon baptis, merupakan masa pengajaran dan pembinaan iman

3) Masa Calon Baptis menjadi Baptisan baru
Masa persiapan baptisan dan penerimaan menjadi angota Gereja Katolik
Sesudah dibaptis, para baptisan baru menerima/mengalami masa pembinaaan iman sebagai baptisan baru yang disebut mistagogi.Untuk dibaptis, seseorang harus percaya dan beriman kepada Kristus. Percaya kepada Kristus Berarti hidup sesuai dengan ajaran Kristus dalam Kehidupan sehari-hari. Melalui sakramen baptis sesorang dilahirkan kembali dalam air dan Roh. Lilin bernyala yang diterima oleh baptisan baru dalam upacara sakramen baptis merupakan lambang baptisan baru yang sudah diterangi oleh Kristus dan harus senantiasa berusaha hidup dalam terang Kristus.
Materi dan Forma Sakramen Baptis
Materi: Air
Forma: Aku membaptis kamu dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus.
Buah Atau Rahmat Sakramen Baptis:
1. mendapat pengampunan dari segala dosa, baik dosa asal maupun dosa yang dibuatnya.
2. Menjadiciptaan baru dan dilantik menjadi anak Allah.
3. memperoleh rahmat pengudusan yang;membuatnya sanggup semakin percaya kepada Allah, berharap kepada-Nya, dan mencintai-Nya.Membuatnya hidup di bawah bimbingan dan dorongan Roh Kudus.Membuatnya sanggup bertumbuh dalam kebaikan
4. digabungkan menjadi anggota Gereja, sebagai bagian dari Tubuh Mistik Kristus.
5. dimeteraikan secara kekal dalam sebuah meterai rohani yang tak terhapuskan, sebagai bagian dari Kristus.
Macam-Macam Baptisan:
1. Baptisan bayi : baptisan yang diterima saat masih bayi
2. Baptisan dewasa: baptisan yang diterima saat sudah dewasa
3. Baptisan rindu: saat seseorang ingin dibaptis dan ingin menjadi anggota Gereja Katolik, menjalani masa katekumenat namun sebelum dibaptis, ia sudah meninggal. Maka ia sudah menerima baptisan rindu
4. Baptisan darah: saat seseorang ingin dibaptis dan ingin menjadi anggota Gereja Katolik, menjalani masa katekumenat namun sebelum dibaptis, ia sudah meninggal karena membela imannya.
2. Sakramen Ekaristi 



(Perayaan) Ekaristi diimani sebagai “sumber dan puncak” kehidupan Kristiani. Di dalamnya terdapat  tindakan pengudusan yang paling istimewa oleh Allah kepada umat beriman karena terdapat kehadiran (dan pengorbanan) Yesus Kristus dalam rupa Tubuh dan Darah-Nya atau Sakramen Ekaristi.  Ekaristi juga menjadi  tindakan penyembahan yang paling istimewa oleh umat beriman kepada Allah.  Ekaristi juga menjadi representasi umat beriman terhubung dengan liturgi di surga. Betapa pentingnya sakramen ini sehingga partisipasi dalam perayaan Ekaristi (Misa) dipandang sebagai kewajiban pada setiap hari Minggu dan hari raya khusus, serta dianjurkan untuk hari-hari lainnya.
Sakramen Ekaristi berasal dari Yesus sendiri. Dalam Perjamuan Terakhir bersama para murid, Yesus mengucap syukur dan memberikan pesanNya: Inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu, perbuatlah ini menjadi kenangan akan Aku. “  Ia juga berkata:   Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagimu.”  Ia juga memberikan perintah untuk melakukan hal itu sebagai kenangan akan diri-Nya:  “Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Daku “.
Perjamuan Tuhan diteruskan oleh Gereja dalam perjamuan Ekaristi. Perjamuan Ekaristi adalah peringatan syukur untuk mengenangkan dan sekaligus menghadirkan kembali Yesus yang mempersembahkan diri-Nya dalam kematian di salib demi keselamatan manusia, sesuai dengan perintah Yesus.
Melalui Ekaristi, kita mengambil bagian dari Tubuh dan Darah Yesus Kristus (Komuni Suci) serta turut serta dalam pengorbanan diri-Nya.  Roti dan anggur ditransformasi menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Perubahan ini disebut transubstansiasi. Hanya uskup atau imam yang dapat menjadi pelayan Sakramen Ekaristi, dengan bertindak selaku pribadi Kristus sendiri.
3. Sakramen Krisma 

Sakramen Krisma merupakan tanda kedewasaan iman seseorang. Penerimaan sakramen Krisma melengkapi rahmat pembaptisan, dan menyempurnakan inisiasi. Melalui sakramen Krisma, seseorang diikat secara kebih kuat dan sempurna dengan Gereja serta diperkaya dengan daya kekutan Roh Kudus. Konsekuensi dari sakramen Krisma adalah tanggung jawab iman dan semakin wajib untuk menyebarluaskan dan membela iman sebagai saksi Kristus.
Rahmat Dalam Sakramen Krisma
1) Menjadikan kita sungguh anak Allah.
2) Menyatukan lebih teguh dengan Kristus.
3) Menambahkan karunia Roh Kudus ke dalam diri kita.
4) Mengikat kita lebih sempurna dengan Gereja.
5) Menganugerahkan kepada kita kekuatan Roh Kudus.
Materi dan Forma Sakramen Krisma
Materi: Minyak Krisma (Minyak Zaitun)
Forma: Semoga dimeterai oleh karunia Allah, Roh Kudus.
4. Sakramen Tobat 

Sakramen pengampunan dosa atau rekonsiliasi adalah salah satu dari dua sakramen penyembuhan (KGK 1423–1424). Sakramen ini adalah sakramen penyembuhan rohani dari seseorang yang telah dibaptis yang terjauhkan dari Allah karena telah berbuat dosa.
Dosa adalah perbuatan melawan cinta kasih Tuhan dan sesama. Setiap dosa berarti manusia menjauhkan diri dari Tuhan. Dosa dilakukan secara sadar, dengan sengaja (diinginkan), dan dalam keadaan bebas, akan berakibat merugikan orang lain dan drinya sendiri serta merusak hubungan dengan Tuhan. Akibat dosa, manusia kehilangan rahmat Allah yang pernah ia terima dalam sakramen baptis.  Dosa ikut mengotori kesucian Gereja Kristus. Relasi dengan sesama pun ikut rusak. Jika seseorang bertobat maka, ia pun berdamai kembali dengan Allah, Gereja, dan sesama.
Gereja melalui mereka yang memiliki kuasa para rasul, menjadi saluran rahmat pengampunan dan pendamaian Allah dalam sakramen pengakuan dosa atau sakramen tobat. Yang dituntut dalam sakramen tobat bukan sekedar rasa sesal dan air mata, melainkan “metanoia” atau perubahan hati dan seluruh sikap hidup. Yang diminta Allah dari manusia adalah niat baik dan usaha pertobatan yang dilakukan manusia. Allah selalu siap menerima orang yang bertobat.

Langkah-langkah pertobatan seseorang:
1) Menyadari dan mengakui dosa
2) Menyesali dosa
3) Berniat untuk tidak berbuat dosa lagi
4) Mohon ampun
5) Mau menghidupi cara hidup yang baru
5. Sakramen Pernikahan 


Sakramen Pernikahan  adalah suatu sakramen yang mengkonsekrasi penerimanya (pasangan pria dan wanita) untuk suatu misi khusus dalam pembangunan Gereja dan menganugerahkan rahmat demi perampungan misi tersebut. Sakramen ini, yang dipandang sebagai suatu tanda cinta-kasih yang menyatukan Kristus dengan Gereja, menetapkan di antara kedua pasangan suatu ikatan yang bersifat permanen dan eksklusif, yang dimeteraikan oleh Allah.
Pernikahan sah sakramental  antara seorang pria yang sudah dibaptis dan seorang wanita yang sudah dibaptis dan telah disempurnakan dengan persetubuhan, tidak dapat diceraikan dan bersifat monogam. Karena  mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
Sakramen ini menganugerahkan kepada pasangan yang bersangkutan rahmat yang mereka perlukan untuk mencapai kekudusan dalam kehidupan perkawinan mereka serta untuk menghasilkan dan mengasuh anak-anak mereka dengan penuh tanggung jawab. Sakramen ini dirayakan secara terbuka di hadapan imam (atau saksi lain yang ditunjuk oleh Gereja) serta saksi-saksi lainnya
Demi kesahan suatu pernikahan, seorang pria dan seorang wanita harus (1) terbebas dari halangan nikah, (2)  ada konsensus atau kesepakatan kedua belah pihak. Masing-masing calon  mengutarakan niat dan persetujuan-bebas (persetujuan tanpa paksaan) untuk saling memberi diri seutuhnya, tanpa memperkecualikan apapun dari hak-milik esensial dan maksud-maksud perkawinan.  (3) Dirayakan dalam “forma canonika” (Kan. 1108-1123)  atau tata peneguhan.  Suatu perkawinan harus dirayakan dihadapan tiga orang, yakni petugas resmi Gereja sebagai peneguh, dan dua orang saksi.
Jika salah satu dari keduanya adalah seorang Kristen non-Katolik, maka pernikahan mereka hanya dinyatakan sah jika telah memperoleh izin dari pihak berwenang terkait dalam Gereja Katolik. Jika salah satu dari keduanya adalah seorang non-Kristen (dalam arti belum dibaptis), maka diperlukan izin dari pihak berwenang terkait demi sahnya pernikahan.
6. Sakramen Imamat


Berkat Sakramen Pembabtisan semua orang diikutsertakan dalam imamat Kristus. Namun berkat Sakramen Tahbisan, orang beriman  “atas caranya yang khas mengambil bagian dalam imamat Kristus” dan “diarahkan satu kepada yang lain”, walaupun “berbeda dalam kodratnya” (LG 10), untuk mengembangkan  rahmat Pembaptisan; dalam penghayatan iman, harapan dan cinta; dalam hidup sesuai dengan Roh Kudus.   Sakramen Sakramen Imamat diterima oleh seseorang sekali seumur hidup. Dengan sakramen ini maka seorang manusia diangkat untuk mengabdikan hidupnya sebagai citra Kristus. Gereja menyatakan ini dengan berkata bahwa seorang imam, berkat Sakramen Tahbisan, bertindak “atas nama Kristus, Kepala” [in persona Christi capitis]. Menjadi konfigurasi Kristus selaku Kepala Gereja dan Imam Agung, serta menganugerahkan baginya kuasa, sebagai asisten uskup setempat, untuk merayakan sakramen-sakramen dan kegiatan-kegiatan liturgis lainnya, teristimewa Ekaristi.  Hanya uskup yang boleh melayani sakramen ini.
Imamat ini adalah satu pelayanan. “Adapun tugas yang oleh Tuhan diserahkan kepada para gembala umat-Nya itu, sungguh-sungguh merupakan pengabdian” (LG 24). Ia ada sepenuhnya untuk Allah dan manusia. Ia bergantung seutuhnya dari Kristus dan imamat-Nya yang satu-satunya dan ditetapkan demi kesejahteraan manusia dan persekutuan Gereja. Sakramen Tahbisan menyampaikan “satu kuasa kudus”, yang tidak lain dari kuasa Kristus sendiri. Karena itu, pelaksanaan kuasa ini harus mengikuti contoh Kristus, yang karena cinta telah menjadi hamba dan pelayan untuk semua orang.

Tiga Jenjang Tahbisan
Pelayanan Gereja yang ditetapkan oleh Allah dijalankan dalam berbagai pangkat oleh mereka, yang sejak kuno disebut Uskup, imam, dan diaken” (LG 28). Ajaran iman Katolik yang dinyatakan dalam liturgi, dalam magisterium dan dalam cara bertindak Gereja yang berkesinambungan, mengenal dua jenjang keikutsertaan dalam imamat Kristus: episkopat dan presbiterat. Diakonat mempunyai tugas untuk membantu dan melayani mereka. Karena itu istilah “sacerdos” dalam pemakaian dewasa ini menyangkut Uskup dan imam, tetapi bukan diaken. Meskipun demikian ajaran iman Katolik mengajarkan bahwa ketiga jenjang jabatan – kedua jenjang imamat (episkopat dan presbiterat) dan jenjang jabatan pelayanan (diakonat) – diterimakan oleh satu kegiatan sakramental, yang dinamakan “penahbisan”, artinya melalui Sakramen Tahbisan.
Pentahbisan uskup merupakan kegenapan sakramen Imamat.  Menjadikannya anggota badan penerus (pengganti) para rasul, dan memberi misi untuk mengajar, menguduskan, dan menuntun, disertai kepedulian dari semua Gereja.
Orang-orang yang berkeinginan menjadi imam dituntut oleh Hukum Kanonik (Kanon 1032 dalam Kitab Hukum Kanonik) untuk menjalani suatu program seminari yang selain berisi studi filsafat dan teologi sampai lulus, juga mencakup suatu program formasi.
7. Sakramen Pengurapan Orang Sakit


Pengurapan Orang Sakit adalah sakramen penyembuhan yang kedua setelah sakramen Tobat. Dalam sakramen ini seorang imam mengurapi si sakit dengan minyak yang khusus diberkati untuk upacara ini. “Pengurapan orang sakit dapat diberikan bagi setiap umat beriman yang berada dalam bahaya maut yang disebabkan sakit atau usia lanjut” (kanon 1004; KGK 1514). Baru menderita sakit atau pun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang.
Dengan pengurapan orang sakit, Gereja dalam keseluruhannya menyerahkan si sakit kepada kemurahan Tuhan, agar Ia menguatkan dan meluputkannya. Jika si sakit telah melakukan dosa, maka dosanya itu diampuni. “Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni”(bdk Yak 5:15).
Dalam bahaya maut, pengurapan orang sakit menguatkan manusia dalam menghadapi perjuangan terakhir dan menghantarnya kepada persatuan dengan Tuhan, yang melalui kematian telah masuk ke dalam kehidupan.
Dalam tradisi Gereja Barat, sakramen ini diberikan hanya bagi orang-orang yang berada dalam sakratul maut, sehingga dikenal pula sebagai “Pengurapan Terakhir”, yang diberikan sebagai salah satu dari “Ritus-Ritus Terakhir”. “Ritus-Ritus Terakhir” yang lain adalah pengakuan dosa (jika orang yang sekarat tersebut secara fisik tidak memungkinkan untuk mengakui dosanya, maka minimal diberikan absolusi, yang tergantung pada ada atau tidaknya penyesalan si sakit atas dosa-dosanya). Sekaligus juga diberikan Ekaristi.  Bila diberikan  kepada orang yang sekarat dikenal dengan sebutan Viaticum“, sebuah kata yang arti aslinya dalam bahasa Latin adalah “bekal perjalanan”.

Buah-buah rahmat Sakramen Pengurapan Orang Sakit
 persatuan orang sakit dengan sengsara Kristus demi keselamatannya sendiri dan keselamatan Gereja; penghiburan, perdamaian dan keberanian untuk menderita secara Kristen sengsara yang ditimbulkan oleh penyakit atau oleh usia lanjut; pengampunan dosa, apabila orang sakit tidak dapat menerimanya melalui Sakramen Pengakuan; penyembuhan, kalau ini berguna bagi keselamatan jiwa; persiapan untuk peralihan ke hidup abadi
 Sumber : www.kaj.or.id (Keuskupan Agung Jakarta)





1 komentar: